Sekolah Semesta; Untuk Pemimpi Sekolah
Oleh:
Lukni Maulana*
(Tulisan sederhana ini bagian dari buku Antologi Buku
yang berjudul, “Di Larang Stop”)
SAYA yakin anda adalah anak yang terpelajar,
minimal sudah pernah duduk dibangku sekolah. Sebab hidup di negeri ini, sekolah
seperti syarat menjadi warga Negara hingga minimal masyarakatnya harus sekolah.
Bahkan dikasih batas minimal yakni wajib belajar sembilan tahun.
Sekolah
memiliki prestisius dan bahkan diperebutkan. Kita beranggapan, sekolah dapat menentukan
kesuksesan seseorang. Apakah anda juga berfikir semacam itu, anda lebih
mengutamakan ijasah yang selama ini dicari.
Bagi
mereka yang menentang konsep sekolah akan memberikan olok-olok, seperti Roam
Topatimasang ia mengatakan, “Sekolah adalah candu”. Sebab sekolah telah menjadi kebutuhan pokok.
Bahkan Everett Reimer mengatakan, “School is dead” atau ajakan Ivan
Illich tentang gerakan masyarakat tanpa sekolah (deschooling society).
Sungguh
beruntung orang-orang yang mampu memahami perilaku setelah makna. Sungguh
beruntung bagi siapapun yang bisa menikmati sekolah. Keberuntungan juga akan
nampak bagi mereka yang berfikir bahwa, ijasah sekolah bukan segala-galanya.
Tapi lebih beruntung lagi, orang-orang yang telah dititipi Allah beragam
potensi dan bakat atas kelebihan yang diberikan kepadanya dan kesanggupannya
untuk mendidik dan memanfaatkan sesuai dengan fungsinya.
Jadi
untuk sementara, jangan bicara berapa jumlah nominal untuk biyaya sekolah
ataupun kuliah. Tapi coba periksa diri anda, sudah mendapatkan apa yang kiranya
bisa bermanfaat untuk dirimu dan orang lain. Jika anda sudah mampu menjawabnya,
marilah kita koreksi sekarang.
Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi kita, karena
dengan menuntut ilmu berarti telah membekali diri untuk bisa menjadi pemimpin
di dunia ini. Kita sangat mengerti akan kewajiban, namun apakah
kita masih berfikir bahwa menuntut ilmu tempatnya di sekolahan saja. Itu adalah
hal yang salah, sekolah hanya bagian kecil.
Mari
lanjutkan, setelah anda lulus sekolah atau kuliah. Hal pertama apa yang anda
inginkan, saya yakin bahwa kebanyakan orang akan berfikir untuk mencari kerja.
Karena ia sudah memiliki bekal melamar pekerjaan, apa lagi sudah mendapatkan
tambahan berupa praktek. Jadi siap terjun ke dunia kerja.
Apakah
itu salah, tidak salah sebab itu sudah menjadi tuntutan kita untuk bisa
mandiri. Meski menjadi mandiri tidak perlu menunggu mendapatkan ijasah atau
sukses tidak harus menunggu harus memiliki titel sarjana.
Meski
demikian anda harus menyadari kewajiban yakni menuntut ilmu. Karena kewajiban
itu ditakdirkan sampai akhir hayat. Meski ditempat kerja, anda bekerja maka
jadikanlah tempat itu sebagai sarana belajar. Jika anda berada di sekolah
jadikan tempat itu ruang belajar bukan tempat mencari ijasah. Jika anda bergaul
dengan orang lain, jadikan itu sebagai tempat komunikasi dalam belajar. Sugguh
dimanapun kita berada, itu adalah tempat belajar.
Jika
menuntut ilmu adalah kewajiban, jadi setiap orang memiliki porsi yang sama
derajatnya. Bagaimana untuk menaikan derajat orang-orang yang berilmu, ataukah
dengan jabatan kerja. Tentu tidak, yang pastinya yakni derajat kemuliaan
seseorang dilihat dari nilai manfaatny untuk orang lain. Bahkan Rasulullah
sendiri telah bersabda, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling
banyak manfaatnya bagi orang lain”. (HR. Bukhari).
Jadi
kita boleh bangga dengan titel kesarjanaan maupun jabatan. Namun alangkah
baiknya jika kita lebih bangga jika derajat kita di sisi-Nya menjadi manusia
yang mulia yakni bermanfaat untuk orang lain. Sehingga seseorang atau siapa
saja yang kita beri, selalu merindukan kita untuk memberikan sesuatu yang
berharga untuk mereka seandainya kita tidak ada.
Salam Ilmu dan Cinta – Lukni Maulana
* Lukni Maulana; Ketua
Jentera Semesta Kota Semarang
Post a Comment