Guru dalam Belenggu: Orang Tua Pendidik Utama Bagi Anaknya
Anak-anak Jentera Semesta (Sahabat Semesta), saat Rihlah Ilmiah di Masjid Agung Jawa Tengah. Foto: Di Menara MAJT |
SETIAP orang tua berkeinginan dan berharap agar anaknya
menjadi orang pandai dan sukses. Maka orangtuapun menyekolahkan anak-anaknya ke
lembaga-lembaga pendidikan sekolah untuk memperoleh pengetahuan yang
bermanfaat. Bahkan anaknyapun diberikan kursus dan kalau perlu ditambah les
privat yang tentunya membutuhkan biyaya besar.
Memang ada anggapan besar bahwa dengan bersekolah si anak
akan mendapatkan wawasan pengetahuan yang akan menjadi bekal untuk kehidupannya
kelak. Apa lagi anak yang mampu mendapatkan kelebihan dengan sekolah di dua
lembaga yakni lembaga formal maupun non formal. Orang tua berkeyakinan bahwa mereka
akan memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan anak-anak yang hanya
mendapatkan pendidikan di sekolah atau di luar sekolah saja. Hasil yang lebih
itu nantinya dapat dijadikan bekal dalam hidup bermasyarakat, sekaligus dapat
menunjang prestasi-prestasi lainnya.
Cara pandang ini menyebakan sekolah menjadi subyek sentral
dalam keberhasilan belajar anak didik. Maka tidak heran jika sekarang ini
sekolah dituntut pada level mutunya, hingga muncul sekolah berstandar nasional
maupun internasional.
Namun jika ada anak tidak berhasil dalam sekolahnya, apakah
yang salah sekolahannya dan guru yang menjadi obyek kesalahan karena tidak
mampu mendidik mereka.
Orang tua dan guru tidak sepenuhnya salah, akan tetapi cara
pandang mengenai identitas sekolah yang perlu dirubah. Bahwa sekolah hanyalah
tempat belajar dan guru adalah orang yang mengajarkan dan memberikan bimbingan serta
menjadi pembimbing dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Sesungguhnya hal yang paling urgen adalah peran dari orang
tua itu sendiri. Untuk mendapati anaknya menjadi orang yang pandai, berperilaku
terpuji dan sukses dalam menjalani hidup ini. Tentunya untuk memperoleh semua
itu (hasil yang lebih baik)
memerlukan bimbingan dari orang tua. Wujud dari bimbingan itu ialah adanya
suatu perhatian, motivasi dan teladan dari orang tua.
Begitu juga dengan hubungan harmonis antara anak dengan orang
tuannya. Orang tua yang mempunyai hubungan baik, seringkali mampu untuk
mengoreksi perilaku anak. Kepekaan timbal balik antara orang tua dan anak akan
memberikan stimulus dan mempu memfokuskan perkembangan si anak.
Perhatian dari orang tua sangat membantu anak dalam peningkatan
belajar di rumah maupun di sekolah, juga bermanfaat bagi perkembangan
psikologis anak. Perhatian orang tua dapat berwujud tersedianya sarana dan
prasarana belajar sesuai dengan kebutuhan anak. Tentunya supaya anak menjadi
lebih bersemangat dalam manjalankan aktivitas belajarnya.
Jika anak melakukan kesalahan atau hal-hal yang kurang baik
maka perlu ditegur dengan rasa perhatian dan kasih sayang. Disertai suatu
arahan dan bimbingan kepada anak, sehingga anak menjadi baik kembali dan mampu
berperilaku terpuji kepada siapapun.
Hal lain yang tidak terlupakan adalah orang tua mampu
memberikan motivasi kepada anak-anaknya bagaimana supaya lebih bersemangat
dalam meningkatkan prestasi belajarnya. Dengan motivasi dan bimbingan yang kuat
serta terarah membuat anak sanggup ekstra keras untuk mencapai sesuatu yang
terbaik.
Motivasi tersebut
dapat berupa pujian
atau hadiah, manakala anak dapat meraih apa yang
diinginkannya. Hadiah dan pujian diberikan anak untuk
menambah semangat dalam
belajarnya. Sebagai contoh orang tua yang berjanji akan membelikan sepeda kalau
anaknya mendapatkan rangking di sekolahnnya. Dengan adanya janji itu anak
menjadi lebih bersemangat lagi dalam belajarnya, sehingga mendapatkan rangking disekolahnya
agar memperoleh hadiah dari orang tuannya. Sebagaimana pendapat para ahli
pendidikan dan psikologi “bahwa motivasi
amat penting untuk keberhasilan kita belajar”.
Pendidikan yang telah diberikan oleh orang tua kepada anaknya
tidak selamanya berjalan mulus, tetapi kadangkala anak tidak melaksanakan apa
yang kita inginkan, malah sebaliknya anak melakukan apa yang kita larang (melakukan pelanggaran). Pelanggaran itu
jangan dibiarkan begitu saja, sehingga anak tidak merasa bersalah dan akan
mengulangi pelanggaran itu sebagai suatu kebiasaan.
Begitu pula pelanggaran itu jangan dijadikan sebagai suatu
momok yang sangat menakutkan, sehingga ketika melakukan kesalahan akan merasa
sangat ketakutan. Pelanggaran yang dilakukan anak, anggaplah sebagai suatu
kesalahan yang wajar yang dilakukan oleh manusia pada umumnya, karena
pelanggaran itu merupakan hal yang wajar bagi manusia khususnya bagi anak-anak.
Agar tidak terjadi pelanggaran itu di butuhkan sebuah nasehat
yang dapat menyadarkan anak. Namun nasehat tidaklah cukup, maka orang tua perlu
menjadi teladan dan perantara menunjukan hal-hal yang baik.
Post a Comment